Di dalam Al-Qur’an juga diterangkan bahwa orang yang membaca Al-Qur’an atau mendengarkan secara baik-baik dan tenang, maka orang tersebut akan mendapat rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 204 sebagai berikut. Dalambanyak ayatnya, Al-Qur'an menyebutkan bahwa hanya ada sekali kehidupan di dunia ini. (reinkarnasi) dan perpindahan. Makalah Aswaja 265 Al-Qur'an 259 Al-Hadits 242 Fiqih Jenazah 233 Kajian Tarikh 229 Fiqih Sosial 226 Ilmu Hikmah 199 Kajian Tafsir 194 Fiqih Puasa 188 Kajian Umum 176 Halal-Haram 161 Hewan 158 Qurban Aqiqah 146 ditemukan sumber rujukan hukum yang jelas dalam al-Qur’an dan hadis, penafsiran menjadi jalan utama menuju kemaslahatan dan kemanfaatan. Dari sini, tafsir kontekstual juga membidik pada arah baru dalam studi al-Qur’an yang relevan dalam menjawab semangat dan tantangan zaman. 14 M. Subhan Zamzami dalam artikelnya, Tafsir Kontekstual menyatakan Rasul melanjutkan lagi pertanyaannya, “Apabila tidak juga engkau temukan ketetapannya dalam Al Qur’an dan Hadits”, Muadz menjawab, ”Saya akan ber-ijtihad dengan pendapat saya sendiri,”. Mendengar penjelasan sahabatnya itu kemudian Nabi Muhammad SAW menepuk-nepuk bahu Muadz bin Jabal, sebagai tanda persetujuan atas pendapat sahabatnya itu. 7. Hadits Mengikuti Aturan Pemimpin yang Baik. Rasulullah SAW bersabda, "Patuh dan taat itu (pada pemimpin) adalah wajib bagi seseorang dalam hal apa yang ia suka atau benci, selama tidak diperintah berbuat maksiat. Jika diperintah maksiat, maka tidak wajib patuh dan taat." (HR Bukhari). Bulan Rajab adalah bulan Allah, Bulan Sya'ban bulanku, dan bulan Ramadlon bulan umatku," kira-kira begitu terjemah bebas dari Hadist riwayat Imam Al-Baihaqi dalam kitab Taisir yang mengcopy dari kitab Sya'bul Iman. Semuanya tentu ada alasan masing-masing, seperti bulan Sya'ban misalnya, kenapa dikatakan sebagai Bulan Rasulullah, karena pada bulan tersebut merupakan bulan 0M3bkqT. BismiLLAHiRahmaniRahim Assalamu’laikum WrWb. Keif halk ya akhi.. alUstadz Sigit…mohon maaf sebelumnya .. es… ini ada link coba tolong dibuka.. disitu ada beberapa pendapat berat yg sungguh sangattt mungkin membutuhkan ide2 dr panjenengan yaa al Ustadz… please put your idea there, coz I am alone and dont have enough time and facility to reply them sooner as possible for their question and idea… because, I believe that you have excelent educational back ground about this case… Syukran katsiran.. Wassalam WrWb.. Waalaikumussalam Wr Wb Reinkarnasi adalah bahwa ruh pada jasad seseorang yang sudah meninggal berpindah ke jasad yang lainnya baik dia akan merasakan kebahagiaan didalam jasad tersebut ataukah kesengsaraan didalamnya tergantung dari amal-amal yang telah dilakukannya. Ia adalah perpindahan dari jasad yang satu ke jasad lainnya. Ini adalah perkataan paling batil dan kekufuran terhadap Allah, kitab-kitab dan Rasul-rasul-Nya. Sesungguhnya keimanan dengan akherat, hisab perhitungan, surga dan neraka adalah diantara hal-hal yang diinformasikan melalui kedatangan para Rasul dan yang dicakup oleh kitab-kitab-Nya yang diturunkan dan perkataan tentang reinkarnasi ini merupakan pendustaan terhadap itu semua. Tafsir islami terhadap perkaran akherat sudah jelas didalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, diantaranya firman Allah swt Artinya “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” QS. Al Ankabut 57 إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا وَعْدَ اللّهِ حَقًّا إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُواْ يَكْفُرُونَ Artinya “Hanya kepada-Nyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya menghidupkannya kembali sesudah berbangkit, agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.’ QS. Yunus 4 يَوْمَ نَحْشُرُ الْمُتَّقِينَ إِلَى الرَّحْمَنِ وَفْدًا ﴿٨٥﴾ وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ إِلَى جَهَنَّمَ وِرْدًا ﴿٨٦﴾ Artinya “ingatlah hari ketika Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam Keadaan dahaga.” QS. Maryam 85 – 86 لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا ﴿٩٤﴾ وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا ﴿٩٥﴾ Artinya “Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” QS. Maryam 94 – 95 Artinya “Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya.” QS. An Nisaa 87 Artinya “Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah “Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” QS. At Taghabun 7 Dan ayat-ayat muhkamat lainnya. Sedangkan didalam hadits banyak disebutkan tentang akhirat, penegasannya maupun perincian berbagai perkarannya yang jumlahnya tidak terhitung banyaknya. Diantara sabda Rasulullah saw itu adalah,”Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan dalam keadaan telanjang kaki, tidak berbusana dan tidak beralas kaki.” Kemudian beliau membacakan firman-Nya ; Artinya “Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama Begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; Sesungguhnya kamilah yang akan melaksanakannya.” QS. Al Anbiya 104 Dan orang yang pertama kali dikeluarkan dari kubur dengan pakaian ketika meninggalnya pada hari kiamat adalah Ibrahim.” HR. Bukhori 3100 dan Muslim 5104 Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya didalam jasad manusia terdapat sebuah tulang yang tidak dimakan bumi selamanya dan darinya akan dibentuk kembali makhluk itu pada hari kiamat.’ Mereka bertanya,’Tulang apakah itu wahai Rasulullah?’ beliau saw menjawab,’Ia adalah tulang ekor.” HR. Muslim 5255 Sabdanya saw,”Pada hari kiamat, matahari akan didekatkan kepada para makhluk hingga berjarak satu mil.’ Salim bin Amir—salah seorang perawi hadits—berkata,’Demi Allah aku tidaklah mengetahui apakah yang dimaksud dengan satu mil itu apakah ia ukuran jarak di bumi ataukah mil yang digunakan untuk mencelak mata.” Rasulullah saw bersabda,”Kelak manusia, keringatnya akan tergantung pada amal-amal mereka. Dari mereka ada yang berkeringat hingga kedua mata kakinya, dari mereka ada yang berkeringat hingga kedua lututnya, dari mereka ada yang berkeringat hingga pinggangnya, dari mereka ada yang ditenggelamkan oleh keringatnya sendiri.” si perawi mengatakan,”Rasulullah saw mengisyaratkan dengan tangannya kearah bibirnya.” HR. Muslim 5108 Sabdanya saw,”Aku memasuki pintu surga pada hari kiamat lalu pintu itu terbuka dan penjaganya berkata,’Siapa anda?’ aku berkata,’Muhammad.’ Dia berkata,’karena engkau aku diperintahkan untuk tidak membukanya bagi seorangpun sebelum dirimu.” HR. Muslim 292 dan berbagai hadits lainnya. Sehingga reinkarnasi roh-roh ini merupakan pendustaan terhadap nash-nash tersebut dan pengingkaran terhadap kebangkitan. Didalam syariah terdapat dalil-dalil yang zhahir yang mengukuhan adzab dan nikmat kubur serta pertanyaan dua malaikat kepada roh manusia dan roh itu tidaklah berpindah kepada jasad yang lainnya akan tetapi yang diterima jasad itu bisa adzab ataupun kenikmatan hingga manusia dikumpulkan kepada tuhan mereka. Imam Ibnu Hazm mengatakan,”Cukuplah bantahan terhadap mereka yang menganggap adanya reinkarnasi adalah ijma seluruh ahli islam yang menyatakan kekufuran mereka. Dan terhadap orang yang mengatakan dengan perkataan mereka berarti sesungguhnya itu adalah di luar islam dan Nabi saw datang dengan selain itu.” al Milal wa al Ahwa wa an Nahl 1/166. Keyakinan bahwa jasad akan punah dan tidak akan kembali lagi untuk merasakan nikmat atau menaggung adzab adalah jalan untuk menenggelamkan manusia kedalam syahwat, kezhaliman dan kegelapan. Inilah yang diinginkan setan dari para pengikut akidah yang rusak ini ditambah dengan tenggelamnya mereka didalam kekufuran didalam madzhab yang buruk ini. fatawa al Islam Sual wa Jawab juz I hal 1428 Al Lajnah ad Daimah didalam fatwanya tentang permasalahan ini menyebutkan bahwa… perpindahan roh manusia dari seorang manusia kepada yang lainnya tidaklah benar. Dasar dari itu adalah firman Allah swt وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ Artinya “Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab “Betul Engkau Tuban kami, Kami menjadi saksi”. kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan “Sesungguhnya Kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini keesaan Tuhan”. QS. Al A’raf 172 Tafsir dari ayat ini adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Malik didalam “al Muwatho’” bahwa Umar bin Khottob ditanya tentang ayat ini وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ Artinya “Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab “Betul Engkau Tuban kami, Kami menjadi saksi”. kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan “Sesungguhnya Kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini keesaan Tuhan”. QS. Al A’raf 172 Lalu Umar menjawab,’Aku mendengar Rasulullah saw pernah ditanya tentang mereka maka Rasulullah saw bersabda,’Sesungguhnya Allah menciptakan Adam kemudian mengusap punggungnya dengan tangan kanan-Nya maka keluarlah darinya keturunannya lalu Allah berfirman,’Aku telah menciptakan mereka untuk di surga dan mengamalkan amal orang-orang surga.’ Kemudian Allah menugusap punggungnya maka keluarlah darinya keturunannya dan Allah pun berfirman,’Aku telah menciptakan mereka untuk di neraka dan mengamalkan amal orang-orang neraka.” Imam Ahmad di “al Musnad” 311 tahqiq Ahmad Syakir. Imam Malik di “al Muwattho” 898, Abu Daud 4703, at Tirmidzi 5071, al Hakim di “al Mustadrok” 171, Ibnu Mundih di “ar Rod ala al Jahmiyah” 28 Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa makna dari hadits ini, sungguh betul berasal dari Nabi saw dari berbagai sisi yang mengukuhkannya dari hadits Umar bin Khottob, Abdullah bin Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairoh dan yang lainnya. Ijma Ahlus Sunnah wal Jama’ah menyebutkan bahwa perkataan perpindahan roh dari satu jasad ke jasad lainnya adalah perkataan orang-orang pendukung reinkarnasi dan mereka adalah orang yang paling kufur dan perkataan mereka itu adalah yang paling batil. al Lajnah ad Daimah Li al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta juz IV hal 64 Tidak mungkin roh manusia bertemu dengan roh hewan atau salah satunya berpindah ke yang lainnya, ini yang disebut dengan reinkarnasi roh yang tidak dibenarkan akal dan tidak diterima oleh syariat. Ahli Ilmu menyebutkan bahwa perkataan seperti itu adalah perkataan kufur keluar dari agama. Khalil Ibnu Ishaq al Maliki didalam “Mukhtashar” nya mengatakan—tentang segala sesuatu yang menjadikannya dihukum dengan kufur dan murtad—atau tetang reinkarnasi roh.. dia menjelaskannya,”Yaitu perpindahannya didalam diri manusia atau lainnya. Dan bahwa sengsara atau bahagianya tergantung pada kebersihan dan keburukannya. Jika jiwanya jahat maka dirinya akan berbentuk seperti keburukannya itu, ia bisa berbentuk anjing, babi atau lainnya. Jika dirinya telah menyelesaikan hukuman dari keburukannya itu maka ia akan berpindah dari seekor kera kepada kera yang lainnya. Akan tetapi jika dirinya belum menyelesaikannya maka ia akan berindah ke bentuk yang lebih buruk lagi hingga dirinya menyelesaikan hukumannya itu. Sedangkan jika jiwanya baik maka ia akan berubah bentuk kepada yang lebih tinggi baik.” Tujuan dari reinkarnasi ini adalah menafikan hari perhitungan hisab, surga dan neraka… dan didalam keyakinan ini tampaklah pendustaan terhadap nash-nash wahyu dan ijma kaum muslimin. Jadi tidak dibenarkan menurut syariat dan juga akal perkataan bahwa ruh manusia berpindah ke tubuh hewan atau yang lainnya. Markaz al Fatwa no. 36533 Wallahu A’lam Ustadz Sigit Pranowo Lc Kata “reinkarnasi” asalnya dari kata re+in+carnis. Kata Latin carnis berarti daging. Incarnis artinya mempunyai bentuk manusia. Sedangkan reinkarnasi adalah masuknya jiwa ke dalam tubuh yang baru. Jadi, jiwanya adalah jiwa yang sudah ada, tapi jasadnya baru. Maka, reinkarnasi juga dapat disebut kelahiran kembali. Kondisi ini disebut pula sebagai migrasi jiwa. Artinya, jasad lama ditinggalkan alias mati, dan pada suatu kesempatan jiwa tersebut masuk ke dalam jasad baru, alias menjadi bayi kembali. Dalam bahasa Inggris reinkarnasi disebut sebagai reborn atau reembodiment. Bagi agama-agama di Timur, agama-agama yang tumbuh di India, Tibet, Cina, Jepang, dan di Kepulauan Nusantara; reinkarnasi bukan lagi sebagai hal yang aneh. Reinkarnasi bukan dipahami sebagai kepercayaan atau keimanan, tapi sebagai hukum alam. Bagaimana dengan reinkarnasi di Dunia Barat? Sumber dasar filsafat Barat adalah budaya Yunani dan Romawi. Pada kedua budaya tersebut, reinkarnasi diterima sebagai kepercayaan. Di antara filsuf Yunani kuno, Plato yang hidup pada abad ke 5-4 seb. M, percaya bahwa jiwa tidak pernah mati, dan mengalami reinkarnasi berkali-kali. Lalu, kapan reinkarnasi itu berakhir? Ya, segala sesuatu pasti berakhir. Menurut agama Hindu, reinkarnasi berakhir bila sang manusia mengalami moksa. Menurut agama Buddha kelahiran kembali tak akan terjadi lagi bila roda samsara telah berhenti. Sang Jiwa selanjutnya ke alam nirwana. Tujuan Hidup dan Mati Menurut Ayat-ayat Alquran Sebagai seorang muslim tentu saya akan menguraikan reinkarnasi ini berdasarkan dalil-dalil Alquran dan Hadis. Dan, dalil-dalil ini tergolong ayat-ayat mutasyabihat. Ayat-ayat yang perlu dipahami maknanya dengan seksama. Oleh kalangan awam ayat-ayat ini biasanya dilepas begitu saja, dan tidak ada usaha memahaminya. Padahal, Alquran telah memerintahkan pembacanya untuk menggunakan akal atau pikiran untuk dapat mengerti makna yang tersembunyi dibalik makna literalnya. Marilah kita simak ayat QS al-Mulk [67] 2. Alladzà khalaqa al-mawta wa al-hayâta li yabluwakum ayyukum ahsanu amalâ wa huwa al-azÃz al-ghafûr. Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan. Dengan cara itu Dia mendidik dan melatihmu, dan untuk memberikan nilai bagi siapa yang lebih baik amalannya. Dan, Dia itu Maha Perkasa dan Maha Melindungi. Pertama, mati dan hidup itu diciptakan. Hal semacam ini sering luput dari pemahaman. Dikiranya, yang diciptakan Tuhan itu hanya hidup. Mati ada di dalam wilayah ciptaan Tuhan. Demikian pula hidup. Tentu saja yang dimaksud di sini bukanlah “hidup sejati”. Tapi, hidup di dalam jasad. Jadi, hidup di dalam jasad, dan mati jasad itu ciptaan. Jasad atau raga hanyalah pakaian bagi “jiwa”, soul. Jika raga tidak bisa dipakai alias tidak berfungsi, maka jiwa akan meninggalkannya. Tetapi, jika jiwa hanya sekadar meninggalkan jasad, belum tentu jasad mengalami kematian. Dalam peristiwa OOBE Out Of the Body Experience, jiwa dapat keluar tubuh dan kembali lagi. Tidur nyenyak pun dapat membuat jiwa ke luar dari tubuh untuk beranjang sana-sini. Hal semacam ini dijelaskan dalam QS al-Zumar [39] 42, sebagai berikut. Allah yang memegang jiwa manusia ketika matinya dan di waktu tidur bagi yang belum mati. Dan, ditahan-Nya jiwa yang telah ditetapkan kematiannya, sedangkan yang belum mati dilepaskan hingga masa ajal tiba. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat ayat-ayat bagi orang yang berpikir. Selama garis kematian belum tiba, jiwa dapat bepergian kesana-kemari. Menurut mistik Timur, jiwa dan raga ini ada tali pengikat yang disebut benang perak atau silver cord. Selama benang ini tidak putus, maka orang yang mengalami OOBE tidak akan tertimpa kematian. Bila dilihat dari sudut energi, orang yang mengalami mati itu telah kehilangan energi prana, elan vital, atau premananya Jawa. Baik benang perak atau premana tidak perlu dipertentangkan. Keduanya merupakan elemen kehidupan. Jika salah satunya rusak, orangnya akan mati. Artinya, bilamana elemen-elemen yang membangun hidup itu rusak alias tidak berfungsi, jiwa tak akan dapat beroperasi lagi. Jiwa akan meninggalkan tubuh yang demikian itu. Kedua, penciptaan mati dan hidup itu dimaksudkan untuk mendidik dan melatih manusia agar manusia dapat beramal kebajikan. Jadi, jelas sekali bahwa proses mati-hidup-mati-hidup di dunia ini dimaksudkan untuk melatih manusia. Dunia ini sekolahan. Dunia adalah ladang bagi kehidupan berikutnya Hadis. Siapa yang menanam, ia pula yang mengetam. Dan, dalam QS 5156 disebutkan bahwa tujuan penciptaan manusia itu adalah ma’rifat Allah, mengenal Allah. Untuk apa? Agar manusia dapat kembali ke asalnya, yaitu kembali kepada Allah. Seringkali balasan amal itu dipahami sebagai balasan atau imbalan yang akan diberikan kepada manusia setelah dibangkitkan dari kuburnya di alam akhirat setelah hancur-leburnya bumi. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan pernyataan-pernyataan tentang cepatnya perhitungan Tuhan terhadap para hamban-Nya. Lebih dari 10 ayat yang menyatakan bahwa hisab Tuhan atau perhitungan amal baik dan buruk manusia itu amat cepat. Kalau hukuman itu ditangguhkan hingga hari kiamat atau setelah hancurnya alam semesta, maka ada orang yang sudah jutaan tahun dalam masa menunggu, dan bagi yang hidup menjelang hancurnya alam semesta malah akan menerimanya lebih cepat. Tentu, hal ini akan bertentangan dengan kasih sayang Tuhan, sekaligus bertentangan dengan keadilan-Nya. Balasan dan imbalan dari Tuhan terhadap amalan manusia itu amat cepat alias segera. Dan, perhitungan itu tidak sperti nilai rapor. Apabila nilai rapor sudah diperhitungkan nilai plus-minusnya, sehingga seseorang tinggal terima jadi, apakah ia naik kelas atau tinggal kelas; tidak demikian dengan perhitungan Tuhan. Dalam QS al-Zalzalah [99]7-8 disebutkan sebagai berikut Faman ya’mal mitsqâla dzarrah khayran yarâh. Wa man ya’mal mitsqâla dzarrah syarran yarâh. Barangsiapa yang beramal kebajikan sebesar zarah, maka buah amalnya itu akan dilihatnya. Dan, barangsiapa berbuat keburukan sebesar zarah, maka balasan amal buruknya itu pun akan dilihatnya. Jadi, tidak ada perhitungan dengan sistem yang dapat mencapai angka 6 atau lebih akan naik kelas atau akan tinggal di surga, dan yang tidak dapat angka indeks prestasi itu akan tinggal di neraka. Tidak. Tidak demikian! Bahkan bagi yang beramal keburukan sekecil debu pun akan merasakan balasannya. Sebaliknya, yang beramal kebaikan sekecil zarah pun akan merasakannya pula. Balasan Tuhan itu amat cepat. Dalam bahasa Arab disebut sarÃ’ al-hisâb. Balasan yang cepat artinya suatu balasan yang dapat diamati di dunia ini. Dan, sistem perhitungannya pun sebagaimana dikemukakan pada ayat-ayat di Surah al-Zalzalah tersebut. Itu artinya balasan atau imbalan itu berlangsung di dunia ini. Caranya melalui kelahiran kembali. Hal ini disebut dalam QS 694, bahwa manusia datang sendiri-sendiri sebagaimana kejadian pada mulanya. Dan, mengenai penciptaan pada kali yang lain ini akan jelas sekali diterangkan dalam QS 29 19-21 sebagai berikut. Dan, apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan pada awalnya dan mengulanginya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. Katakanlah “Berjalanlah di bumi, maka gunakan nalarmu untuk mema-hami bagaimana Allah menciptakan pada mulanya, kemudian menciptakannya pada kali yang lain. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Allah mengazab orang yang menghendaki azab dan memberikan rahmat kepada yang menghendakinya. Dan, hanya kepada-Nya kamu dikembali-kan. Perhatikan dengan seksama ayat tersebut. Pada ayat yang pertama, isi perintah-Nya adalah memperhatikan cara Allah menciptakan manusia. Ya, yang perlu diperhatikan adalah cara Allah menciptakan manusia pada mulanya. Bagaimana? Ternyata, caranya melalui pertemuan sel telur pada wanita dan sel sperma dari pria. Kemudian, keduanya bersatu, membelah diri, dan akhirnya tumbuh menjadi janin di dalam perut ibu. Lalu, lahir ke bumi sesuai dengan garis nasibnya. Ada yang dilahirkan di tengah orang berada, dan ada yang dilahirkan melalui keluarga papa. Setelah paham tentang penciptaan pada pertamanya, maka kita diminta memperhatikan caranya Allah mengulangi penciptaan itu. Kita diperintah untuk memperhatikan pada penciptaan ulangan, agar kita ngeh, kita paham benar-benar bagaimana proses penciptaan manusia. Ayat yang kedua, memerintah kita untuk menjelajah bumi ini. Kita diperintah untuk melakukan study tour, atau widya wisata. Untuk apa? Untuk mengerti tentang bagaimana Allah menciptakan pada mulanya, dan menciptakan pada kali lainnya. Coba renungkan dalam-dalam! Seandainya penciptaan pada kali lain itu terjadi setelah dunia ini hancur lebur, ya akan menjadi perintah yang salah. Mengapa? Karena penyelidikan penciptaan itu cukup di bumi ini, baik penciptaan pada mulanya maupun pada kali yang lain. Itu artinya kebangkitan itu di bumi ini. Yaitu, berupa kelahiran kembali. Ya, lahir kembali adalah penciptaan pada kali yang lain. Kalau bumi sudah hancur, maka kita tidak akan dapat melakukan studi tentang kebangkitan. Kita tidak dapat memperoleh pemahaman tentang itu. Nah, pada penciptaan kali yang lain itulah seorang manusia yang dilahirkan menerima azab atau mendapat rahmat. Azab atau rahmat yang diterimanya itu berdasarkan kehendak orang yang dilahirkan kembali. Jadi, bukan karena kehendak Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan sama sekali tidak merugikan hamba-Nya. Dalam QS 3117 disebutkan bahwa Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka yang menganiaya diri mereka sendiri. Sedangkan dalam QS 1044 disebutkan bahwa, “Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun, akan tetapi manusia sendiri yang berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” Jelas sudah, bahwa bukan Allah yang menghendaki azab bagi manusia. Allah hanyalah menjalankan roda hukum alam yang telah ditetapkan-Nya. Sedangkan manusia itu sendiri adalah bagian dari hukum alam yang telah ditetapkan Tuhan. Karena hukum alam berjalan di bawah kehendak Tuhan, maka seakan-akan pahala dan balasan itu atas Kehendak-Nya. Sayang sekali, dalam berbagai terjemahan, kata man yasyâ’ diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Allah menghendaki. Tentu saja terjemahan demikian melanggar pernyataan Allah bahwa Dia tidak merugikan manusia sedikit pun. Apabila kita memahami bahwa Allah tidak merugikan manusia sedikit pun, lalu siapa yang membuat ada yang bernasib baik, dan ada yang bernasib buruk? Lalu, mengapa ada orang yang mulus hidupnya dan ada yang tidak luput dari bencana? Apa ada garis tangan seseorang? Jawabnya, semua itu akibat ulah dan perbuatan orang yang tertimpa bencana itu sendiri. Kalau seseorang bernasib baik maka itu akibat amal kebajikan orang itu sendiri. Amalan kapan? Yaitu, amal baik dan buruk yang pernah dikerjakan pada kehidupan yang lampau. Jadi, takdir baik dan buruk itu digoreskan oleh seseorang pada masa lampaunya. Jika takdir baik dan buruk itu ditetapkan oleh Tuhan di zaman azali, maka itu artinya Tuhan telah berbuat zalim bagi sebagian hamba-Nya. Jika sudah demikian, berarti Tuhan telah pilih kasih terhadap hamba-Nya. Padahal, Tuhan tidak merugikan sedikit pun kepada manusia. Maka, jelas Tuhan tidak menetapkan takdir sebagaimana yang dipahami oleh sebagian besar umat Islam hingga sekarang ini. Maka, kita sekarang ini bukanlah kita yang baru dicipta. Tapi, kita sekarang ini adalah manusia yang telah lahir beberapa kali, bahkan ratusan atau bahkan ribuan kali. Mengenai petaka atau bencana yang menimpa manusia di bumi ini, dapat dirujuk pada ayat-ayat berikut. Perhatikan dengan seksama dua ayat di bawah ini. Dan, musibah apa pun yang menimpamu, maka itu disebabkan oleh tindakanmu sendiri, dan Allah mengampuni sebagian besar kesalahanmu. Dan, kalian tidak dapat melepaskan diri dari bumi ini. Bagimu, tiada pelindung dan penolong selain Allah. QS 42 30-31 Apa saja jenis musibah atau bencana yang menimpa seseorang, ternyata itu akibat perbuatan tangannya sendiri. Bukan oleh orang lain. Bukan oleh Tuhan. Bukan oleh setan dan jin. Ternyata semua itu disebabkan oleh ulah yang tertimpa musibah itu. Termasuk kalau ada bayi yang dilahirkan cacat. Itu disebabkan oleh perbuatan jiwa si bayi tersebut. Banyak orang yang tidak memahami tentang kelahiran kembali. Atau, reinkarnasi. Sehingga, kalau ada bayi cacat maka itu dianggap oleh kondisi kesehatan orangtuanya. Misalnya, ada kerusakan genetis. Penyakit dalam kandungan. Oleh sebab-sebab lain. Atau, karena dalam peperangan si bayi terkena peluru nyasar sehingga meski terselamatkan ia kehilangan anggota badannya. Umumnya orang tidak mengerti bahwa itu disebabkan oleh hutang-piutang karma atau perbuatan. Memang, ada proses karma. Pertama si orangtua mempunyai karma negatif, atau karma buruk. Sehingga ketika dia mengandung, janin yang dikandungnya itu cacat. Jadi, yang cacat itu raga si bayi. Sedangkan raga itu sendiri ya tidak ada maknanya. Nah, ketika raga bayi itu cacat, maka jiwa yang dimasukkan ke dalam raga yang cacat itu adalah jiwa yang hutang karma. Jiwa yang pada kehidupan masa lalunya banyak berbuat keburukan. Dus, bayi yang dilahirkan cacat itu merupakan kaitan karma orangtua dan bayi tersebut. Sama-sama punya karma buruk pada kehidupan masa lalunya. Meskipun hal ini tidak berarti ada kaitan karma buruk antara orangtua dan si bayi pada kehidupan lalunya. Kembali kepada ayat di atas. Disebutkan bahwa Tuhan mengampuni sebagian besar kesalahan manusia. Apa kaitannya dengan reinkarnasi? Jika Tuhan tidak mengampuni sebagian besar kesalahan manusia, maka manusia tidak akan mengalami kemajuan dalam hidupnya. Bayangkan, jika hutang seratus unit harus dibayar 100 unit; apa yang terjadi? Tak ada perubahan di dalam kehidupan manusia. Tuhan itu Maha Pemaaf. Sehingga, Tuhan tak akan mewujudkan balasan lebih daripada keburukan yang pernah dibuat hamba-Nya. Tuhan bukanlah tukang balas. Namun, kita pun harus paham bahwa mekanisme sebab-akibat itu merupakan ketetapan-Nya. Dalam bahasa agama, cara kerja alam raya dalam kaitannya dengan sebab dan akibat disebut pemberian pahala untuk kebaikan dan pembalasan atau azab bagi kejahatan. Karena rahman dan rahim-Nya, kebaikan akan mendatangkan kebaikan berlipat ganda, tapi keburukan hanya mengakibat-kan keburukan yang setara atau kurang. Dalam bahasa psikologis alam raya itu bersifat memaafkan. Hal semacam inilah yang disebut dalam Alquran sebagai kebajikan Tuhan. Dia memaafkan sebagian besar kesalahan yang pernah dilakukan manusia. Pada QS 42 31, terdapat peringatan dari Tuhan. Apa isinya? Secara normal, manusia tidak akan dapat meninggalkan bumi ini. Salah satu unsur pembentuk fisik manusia adalah bumi. Maka, secara alami manusia tertarik oleh keindahan bumi. Dan, gaya tarik bumi terhadap unsur-unsur fisik manusia, yaitu bumi, air, api dan udara, sangat kuat. Sehingga manusia cenderung untuk kembali hidup di bumi. Hal semacam ini dikabarkan dalam QS 725, bahwa manusia dihidupkan oleh Tuhan di bumi, dimatikan di bumi dan dibangkitkan di bumi juga. Dus, jikalau manusia hanya mengikuti hukum alam, tidak ada aksi dari manusianya sendiri untuk melepaskan diri dari bumi, maka selamanya ia akan tinggal di bumi. Sehingga, kenikmatan surga pun sebatas kenikmatan yang tersedia di bumi ini. Maka, pada penutup ayat 31 disebutkan bahwa bagi manusia tak ada pelindung dan penolongnya selain Allah. Dengan kata lain, pelindung dan penolong manusia itu hanyalah Allah! Kata “Allah” dalam Alquran adalah sebutan bagi Tuhan semesta alam. Maka, bagi yang bukan orang Islam tidak perlu rancu terhadap sebeutan Tuhan. Bahkan di Alquran sendiri Tuhan dapat disebut berdasarkan Nama-nama baik-Nya QS 17 110. Bagi khazanah “New Age”, Tuhan disebut sebagai “Sang Maha Diri”, the Absolute Reality atau Absolute Self. Sedang-kan diri manusia ya “sang diri” atau diri sejati saja. Maka, tujuan hidup manusia adalah kembalinya “sang diri” kepada “Sang Maha Diri”. Perjalanan sang diri kepada Tuhannya dalam hitungan waktu fisik amatlah panjang. Manusia yang sudah terkungkung oleh ruang-waktu, harus menempuhnya dalam hitungan jutaan tahun bumi. Jika satu generasi perlu hadir selama 50-100 tahun, maka perlu puluhan hingga ribuan kali manusia dapat menyempurnakan dirinya. Dengan kata lain, untuk dapat kembali ke alam kelanggengan atau paling tidak keluar dari bumi manusia perlu dilahir-kan berkali-kali. Manusia perlu mengikuti kala-cakra, atau putaran roda kehidupan di bumi. Untuk kembali kepada-Nya, ya hanya dengan cara berlindung kepda-Nya semata. Jika kita masih berlindung kepada yang lain, kepada selain-Nya yang notabene hamba-Nya, maka kita pasti menderita di bumi ini. Makanya, semua agama yang ada memerintahkan manusia untuk berlindung dan mohon pertolongan kepada-Nya semata. Inilah yang disebut tauhid dalam agama Islam. Meng-Esa-kan Tuhan. loading...Terdapat perbedaan yang menonjol antara hadis dan Al-Quran dari segi redaksi dan cara penyampaian atau penerimaannya. Foto/Ilustrasi Dok SINDOnews Al-hadits didefinisikan oleh pada umumnya ulama -seperti definisi Al-Sunnah- sebagai "Segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad SAW , baik ucapan, perbuatan dan taqrir ketetapan, maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi nabi maupun sesudahnya." Muhammad Quraish Shihab dalan bukunya berjudul " Membumikan Al-Quran , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" menjelaskan bahwa ulama ushul fiqh, membatasi pengertian hadis hanya pada "ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum"; sedangkan bila mencakup pula perbuatan dan taqrir beliau yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai Al-Sunnah. Baca Juga Pengertian hadis seperti yang dikemukakan oleh ulama ushul tersebut, dapat dikatakan sebagai bagian dari wahyu Allah SWT yang tidak berbeda dari segi kewajiban menaatinya dengan ketetapan-ketetapan hukum yang bersumber dari wahyu itu, ulama tafsir mengamati bahwa perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang ditemukan dalam Al-Quran dikemukakan dengan dua redaksi berbeda. Pertama adalah Athi'u Allah wa al-rasul, dan kedua adalah Athi'u Allah wa athi'u al-rasul. Perintah pertama mencakup kewajiban taat kepada beliau dalam hal-hal yang sejalan dengan perintah Allah SWT; karena itu, redaksi tersebut mencukupkan sekali saja penggunaan kata athi'u. Perintah kedua mencakup kewajiban taat kepada beliau walaupun dalam hal-hal yang tidak disebut secara eksplisit oleh Allah SWT dalam Al-Quran, bahkan kewajiban taat kepada Nabi tersebut mungkin harus dilakukan terlebih dahulu -dalam kondisi tertentu- walaupun ketika sedang melaksanakan perintah Allah SWT, sebagaimana diisyaratkan oleh kasus Ubay ibn Ka'ab yang ketika sedang sholat dipanggil oleh Rasul SAW. Itu sebabnya dalam redaksi kedua di atas, kata athi'u diulang dua kali, dan atas dasar ini pula perintah taat kepada Ulu Al-'Amr tidak dibarengi dengan kata athi'u karena ketaatan terhadap mereka tidak berdiri sendiri, tetapi bersyarat dengan sejalannya perintah mereka dengan ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya. Perhatikan Firman Allah dalam QS 459. Menerima ketetapan Rasul SAW dengan penuh kesadaran dan kerelaan tanpa sedikit pun rasa enggan dan pembangkangan, baik pada saat ditetapkannya hukum maupun setelah itu, merupakan syarat keabsahan iman seseorang, demikian Allah bersumpah dalam Al-Quran Surah Al-Nisa' ayat di sisi lain, kata Quraish Shihab, harus diakui bahwa terdapat perbedaan yang menonjol antara hadis dan Al-Quran dari segi redaksi dan cara penyampaian atau penerimaannya. Baca Juga Quraish Shihab menjelaskan dari segi redaksi, diyakini bahwa wahyu Al-Quran disusun langsung oleh Allah SWT. Malaikat Jibril hanya sekadar menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, dan beliau pun langsung menyampaikannya kepada umat, dan demikian seterusnya generasi demi generasi. Redaksi wahyu-wahyu Al-Quran itu, dapat dipastikan tidak mengalami perubahan, karena sejak diterimanya oleh Nabi, ia ditulis dan dihafal oleh sekian banyak sahabat dan kemudian disampaikan secara tawatur oleh sejumlah orang yang -menurut adat- mustahil akan sepakat dasar ini, wahyu-wahyu Al-Quran menjadi qath'iy al-wurud. Ini, berbeda dengan hadis, yang pada umumnya disampaikan oleh orang per orang dan itu pun seringkali dengan redaksi yang sedikit berbeda dengan redaksi yang diucapkan oleh Nabi SAW. Di samping itu, diakui pula oleh ulama hadis bahwa walaupun pada masa sahabat sudah ada yang menulis teks-teks hadis, namun pada umumnya penyampaian atau penerimaan kebanyakan hadis-hadis yang ada sekarang hanya berdasarkan hafalan para sahabat dan tabi'in. Ini menjadikan kedudukan hadis dari segi otensititasnya adalah zhanniy demikian, itu tidak berarti terdapat keraguan terhadap keabsahan hadis karena sekian banyak faktor - baik pada diri Nabi maupun sahabat beliau, di samping kondisi sosial masyarakat ketika itu, yang topang-menopang sehingga mengantarkan generasi berikut untuk merasa tenang dan yakin akan terpeliharanya hadis-hadis Nabi SAW. Baca Juga Fungsi Hadis terhadap Al-QuranAl-Quran menekankan bahwa Rasul SAW berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah QS 1644. Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam bentuk dan sifat serta fungsinya.'Abdul Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar, dalam bukunya Al-Sunnah fi Makanatiha wa fi Tarikhiha menulis bahwa Sunnah mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Quran dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara'. Alquran dan hadits adalah sumber pedoman hidup, dan sumber hukum dan ajaran islam tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Alquran adalah sumber pertama dan utama yang mengandung banyak ajaran umum. Oleh karena itu, Hadits sebagai sumber ajaran kedua dapat menjelaskan keumuman dari Al-Qur’an itu sendiri. Fungsi tersebut antara lain menjelaskan isi dan menerapkan metode pengajaran yang masih bersifat luas bagi manusia. Sebagai pedoman hidup, Alquran adalah pedoman bagi seluruh umat manusia. Shihab menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan tuntunan adalah tuntunan agama atau hukum Islam, yaitu aturan yang mengatur dunia dan keselamatan hidup di masa yang akan datang. Aturannya adalah arah jalan yang secara linguistik berasal dari istilah "qara'a-yaqra'u-qira'atan-Quran", yang merupakan sesuatu yang dibaca atau dinarasikan. Pada saat yang sama, dari segi terminologi, adalah Kalamullah yang diutus kepada Nabi Muhammad yang sampai kepada kita secara mutawatir atau berangsur-angsur dan membacanya bisa berfungsi sebagai ibadah. Secara etimologis, Hadits berasal dari kata حدث – يحدث yang berarti al-jadid "hal baru" atau khabar "berita". Atau Hadits juga bisa diartikan sebagai “pernyataan, perbuatan, persetujuan diam-diam atau sifat Nabi Muhammad SAW”.Al-Quran dan hadits adalah aturan hidup dan sumber dari semua hukum yang harus diikuti dalam hidup. Aturan, opini, dan perilaku apa pun tidak boleh bertentangan dengan Alquran dan hadits. Jika ada perbedaan pendapat di antara umat Islam, termasuk para ulama, mereka harus kembali ke Alquran dan hadits untuk mencegah umat Islam saling menuduh dan bertentangan. Alquran dan Hadis sebagai pedoman hidup memberikan gambaran lengkap tentang aturan hidup manusia yang dapat menciptakan kehidupan yang nyaman, bahagia dan sejahtera. Aturan yang paling mendasar adalah bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan agama, agama Allah, jiwa hidup, akal, keturunan, dan harta praktiknya, para ulama meyakini bahwa Alquran adalah yang utama dan hadits adalah yang kedua. Kesepakatan tersebut didasarkan pada Alquran sebagai firman Allah, dan Hadits berasal dari Nabi, yang merupakan makhluk atau hamba Allah, meskipun ia memiliki beberapa kelebihan khusus lainnya. Kesepakatan mengenai kedudukan tersebut mengacu kepada perkataan Nabi kepada Muadz bin Jabal sebagaimana berikut;“Rasulullah SAW bersabda kepada Mu’adz bin Jabal Bagaimana kamu akan memutuskan perkara jika dihadapkan pada suatu persoalan hukum? Mu’adz menjawab saya akan memutuskannya berdasarkan kitab Allah al-Qur’an. Rasulullah bersabda jika kamu tidak menjumpainya dalam al-Qur’an?. Mu’adz menjawab maka berdasarkan pada sunnah Rasul. Rasulullah bersabda jika tidak menjumpainya juga dalam sunnah Rasul? Muadz menjawab saya akan berijtihad berdasarkan akal pikiran saya.” HR Imam Abu DawudMelihat dialog yang disebutkan di atas antara Nabi dan Muadz, dapat dimengerti bahwa itu sumber hukum yang utama adalah Al-Quran dan kemudian hadits. Dialog tersebut juga diperlukan bagi mujtahid, jika ingin merujuk sebuah hukum harus dilakukan di bawah tuntunan Alquran sebelum mengambil pedoman dari hadits nabi, tetapi jika tidak ditemukan juga maka diperbolehkan mengambil dari hadits islam memandang Alquran dan hadits sebagai pedoman hidup yang dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hal beribadah, kehidupan berkeluarga, kegiatan ekonomi/berdagang, hubungan dengan Allah hablumminallah, hubungan dengan manusia hablumminannas, hingga dalam adab dalam menuntut ilmu. Sehingga dengan berpegang teguh dengan keduanya, kita tidak akan tersesat selama-lamanya.

reinkarnasi dalam al qur an dan hadits